Jumat, 27 Maret 2020

Hidup Mengalir Dengan Multi Skenario





“Aku sih hidup mengalir saja… ,” demikian celetuk  seorang  teman.
“Ya.. kalau mengalir tanpa terkendali  itu namanya HANYUT…,” tukas saya  menimpali teman tersebut.
Kebanyakan  orang hidup mengalir mengikuti irama jaman. Kebanyakan orang pula  bertanya-tanya kenapa hidupnya tak juga maju?
Suatu ketika, dalam sebuah pelatihan tentang analisis kompetitor di PT Telkom, kami membahas tentang pentingnya Scenario Planning bagi sebuah perusahaan. Diskusi tersebut sangat seru  dan intens,  mengingat selama ini seringkali hanya ada satu perencanaan  tunggal yang menjadi  target perusahaan di awal tahun.
“Scenario Planning bukan ditujukan untuk meramalkan masa depan. Tujuan sesungguhnya  adalah untuk mengantisipasi berbagai keadaan yang mungkin terjadi…,” demikian kami jelaskan kepada peserta, mengutip pendapat Michael Porter dalam bukunya Competitive Advantage, mengenai kegunaan scenario  planning.
Mengantisipasi, itu adalah sikap yang lebih tepat daripada sekedar ‘meramalkan’ masa depan. Bila meramalkan, maka kita membuat perkiraan hal apa yang paling mungkin terjadi. Sedangkan mengantisipasi berarti membuat berbagai gambaran kemungkinan yang bisa terjadi, kemudian mengambil strategi untuk bersiap terhadap semua yang mungkin terjadi  tersebut. Dan itulah tujuan utama  scenario planning.
Scenario  Planning sendiri mulai populer di tahu 70-an ketika terjadi krisis harga minyak dunia yang tiba-tiba melambung tinggi. Saat itu bukan tidak ada minyak, tapi harga minyak melambung karena krisis politik  di Timur Tengah. Shell, adalah perusahaan minyak yang telah menerapkan  scenario planning. Di awal  tahun 70-an, Shell membuat berbagai  skenario yang mungkin terjadi, salah satunya adalah melambungnya  harga minyak dunia, suatu kondisi yang jauh dari ramalan kebanyakan para ahli ekonomi saat itu. Dan ternyata kejadiannya adalah sesuatu yang berbeda dari kebanyakan ramalan, harga minyak melambung menyebabkan kelesuan ekonomi dunia. Shell, yang sudah menyiapkan diri dengan berbagai skenario tersebut mampu memanfaatkan keadaan, sehingga  melejit menjadi 3 besar dunia. Perusahaan lain yang beruntung dalam kondisi krisis minyak saat itu  adalah perusahaan-perusahaan mobil Jepang yang sukses memasarkan mobil ukuran kecil bagi pasar Amerika (salah satunya adalah Honda Civic berukuran kecil, yang tadinya dipandang skeptis akan dibeli orang Amerika).
Hidup mengalir? Itulah yang terjadi pada sebagian besar orang (dan sering berakhir menyedihkan). Sebenarnya mereka bukan tanpa rencana, namun rencana mereka tak sesuai dengan kenyataan. Jadilah mereka terhanyut oleh kehidupan. Misalnya seorang mahasiswa, biasanya dia sudah membayangkan (punya cita-cita/mimpi) bahwa nanti setelah lulus dia akan bekerja di suatu tempat dengan gaji besar, menikah dengan idamannya dan punya anak, dan begini, dan begitu seterusnya. Apa yang terjadi? Kebanyakan mimpinya tak juga terwujud. Setiap hari masih naik angkutan yang sama, pergi dan pulang pada jadwal yang  sama, dan merasakan hidupnya yang sama, tak juga maju-maju. Lebih celaka lagi sering kondisi berubah mendadak menyebabkan semua rencana kacau balau dan akhirnya hanya bisa pasrah menjalani  hidup. Itulah contoh kebanyakan hidup yang  mengalir.
“Ya kalau mengalirnya ke laut, kalau mengalirnya ke comberan… ?” gurau saya kepada teman. Maksudnya adalah, ya kalau dalam hidup ini –yang kita mengalir di dalamnya- ternyata betul membawa kita ke kondisi yang sesuai harapan dan mimpi kita (kerja keras,  naik jabatan dan naik gaji, anak-anak tumbuh cerdas, keluarga  bahagia, bisa haji dan keliling eropa, dll) tentu kita senang. Bagaimana kalau sebaliknya? Sikut-sikutan di kantor, krisis ekonomi lagi,  sekolah makin mahal, PHK, dll. Tentu hidup yang mengalir itu akan berakhir di comberan. Ini namanya  tragedi.
Yang betul adalah hidup mengalir dengan terkendali. Ibaratnya kita sedang main arung jeram menyusuri sungai, maka kalau kita menggunakan perahu karet yang baik, dengan dayung untuk kendali, bahkan dengan helm dan jaket pelampung, tentunya jauh lebih terkendali dibandingkan kita terjun ke sungai tanpa perahu karet, tanpa dayung, tanpa jaket pelampung. Menyiapkan diri dengan rakit,  dayung, dan jaket  pelampung itulah sikap seorang yang hidup dengan kendali. Kita tidak mampu mengendalikan arus sungai, namun kita selalu mampu mampu untuk mengambil sikap mengendalikan perahu kita.
Nah, kembali  ke pelatihan analisa kompetitor di Telkom tadi, kesimpulan kami  adalah sangat penting bagi perusahaan untuk menyiapkan multi skenario,  bukan sekedar skenario tunggal. Dengan adanya multi skenario itu dapat dirancang strategi yang adaptif dan mampu mengatasi apapun skenario yang akhirnya terjadi.  Berpegang hanya pada skenario tunggal menjadi sangat riskan mengingat perubahan politik, ekonomi, maupun teknologi di masa global ini bisa terjadi dengan sangat cepat.
Tiba-tiba terpikir dalam benak saya, bagaimana dengan skenario untuk diri kita sendiri? Apakah kita sudah punya multi skenario untuk masa depan? Bagaimana kalau karir kita tak berjalan mulus seperti yang kita bayangkan? Bagaimana kalau kondisi berkembang ke arah yang  berlawanan dengan apa yang kita harapkan? Apakah  kita sudah siap?
Bagaimana  dengan tahun 2007 ini? Apakah ramalan mereka yang optimis itu benar terjadi (bahwa ekonomi Indonesia akan membaik, karena kondisi makro 2006 katanya sih baik)? Atau justru ramalan mereka yang pesimis lah yang terjadi (banyak bencana, krisis ekonomi global,  ekonomi riil yang stagnan, banyak PHK)? Ah, mudah saja. Kita ambil saja semua ramalan itu menjadi multi skenario. Ada skenario positif optimis, dan ada yang negatif pesimis. Kemudian ambil beberapa strategi yang bisa mengantisipasi semua kemungkinan itu.
Jadi apa  multi skenario Anda? Apa yang Anda rencanakan andai ekonomi membaik dan bisnis Anda juga ikut melejit? Bagaimana pula kalau ekonomi membaik, sayangnya bisnis Anda tidak termasuk yang beruntung menikmatinya, apa strategi Anda? Bagaimana pula kalau kondisi memburuk, peluang apa yang akan muncul dan bisa Anda manfaatkan? Bagaimana kalau kondisi memburuk dan bisnis Anda pun memburuk, apa persiapan (jaga-jaga/tabungan) yang sudah Anda lakukan? Bagaimana  pula skenario hidup masa depan Anda, apakah sudah punya beberapa pandangan (atau hanya skenario tunggal yang –maunya- bagus-bagus dan sukses saja)? Bagaimana kalau karir melejit, dan bagaimana pula kalau karir ternyata anjlok?  Bagaimana kalau kesehatan selalu bagus, bagaimana pula bila terjadi musibah? (Bahkan  bagaimana kalau semua mimpi indah itu kandas karena ternyata kita mati muda, misalnya, sudahkah kita siap?)
Skenario  planning tampaknya layak kita terapkan buat kita sendiri, bukan  hanya untuk perusahaan kita. Tentunya biar kita menjadi lebih  bijak dan penuh  kendali saat ikut mengalir dalam kehidupan ini.
=  = =
What is scenario planning?
‘‘An internally  consistent view of what the future might turn out to be—not a  forecast, but one possible future outcome.’’ Porter, M. Competitive  Advantage
Scenarios provide alternative views of the future.  They identify some  significant events, main actors and their motivations,  and they convey how the  world functions. Building and using scenarios  can help us explore what the  future might look like and the likely  changes of living in it. Shell.com
Kembali ke judul pertama

1 komentar: