Seseorang yang menempuh perjalanan menuju ridla Allah,
dia akan menemukan dirinya sebagai hamba Allah manakala ia melakukan apa yang
diperintahkan Allah. Dalam penemuan dirinya itulah dia juga menemukan orang
lain sebagai hamba Allah. Dengan demikian, hubungan seseorang dengan orang lain
menjadi utuh. Sebuah kesadaran bahwa sesungguhnya kita adalah satu. Dalam citra
social harus diarahkan untuk menciptakan keutuhan umat manusia. Inilah yang
diimpikan Nabi Ibrahim a.s. untuk
menjadikan umat manusia sebagai umat yang satu (Ummatan Wahidatan).
Manusia adalah hamba Allah, apapun agama, ideologi,
bahasa dan rasnya. Dari hamba yang baik, suatu ketika akan diangkat Allah
menjadi khalifah Tuhan di muka bumi.
Maka cita-cita sosial dari seorang hamba Allah adalah menyatukan umat manusia,
menganggap umat manusia itu utuh, sependeritaan dan senasib. Ini merupakan
penemuan identitas yang paling benar dan mendasar. Hanya dengan demikian,
kesejahteraan di atas dapat tercipta, saling memikul beban, mencegah adanya
peperangan dan permusuhan.
Bagaimana
untuk dapat menciptakan tatanan social yang tunggal? Jawabannnya adalah merujuk
pada kesatuan asal usul dengan tidak menyekutukan Tuhan. Tujuannya harus satu,
kita jangan terperangkap dalam hal-hal yang menyebabkan perpecahan dalam umat
manusia. Kesalahan orang lain justru merupakan medan bagi kita untuk membenahi
kesalahannya. Adanya orang yang salah menjadikan yang benar mempunyai makna.
Jika tidak ada orang kafir, maka orang mukmin akan menjadi tidak ada manfaat
dan maknanya.
Karena
umat Islam mempunyai ide untuk menyatukan umat manusia, maka ide itu tidak
terealisasi kalau kita sendiri tidak dalam keadaan utuh. Bagaimana kita bisa
menyatukan umat manusia bila dalam diri kita masih pecah? Oleh karena itu,
konsep rukun Islam harus dipahami secara integral dan filosofis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar