Sabtu, 07 Maret 2020

WAJAH ALLAH


Kajian Islam ini tentang  bukan pembahasan yang berkutat pada masalah syari’at. Dalam hal syari’at, setiap muslim tentu telah memiliki mazhab dan melaksanakannya menurut latar belakangnya sendiri-sendiri. Semua mazhab syari’ah yang dianut oleh masing-masing orang adah sah-sah saja.  Pada kajian ini, tidak bermaksud mengubah apapun yang telah dimiliki masing-masing.
Masalah yang kurang mendapat sentuhan di kalangan Umat Islam ialah masalah pandangan hidup, sikap aktual dalam bermasyarakat dan proses berkomunikasi dengan dunia luar. Pada dasarnya sebaik-baik ibadah seseorang, namun jika tidak memiliki pandangan hidup yang benar, maka penampilan ibadahnya menjadi  “compang-camping”; penampilan yang tidak etis dan tidak menghargai orang lain. Padahal di dalam kehidupan, kita yakin bahwa tidak ada manusia kembar (tidak semuanya sama), maka tidak semua pendapat manusia itu sama. Brbagai perbedaan inilah yang seharusnya mendapat perhatian.
Selama ini, kita mendapat pengajaran dari lingkungan atau nara sumber untuk menghargai orang yang sama dengan diri kita. Kita jarang diajar untuk menghargai orang yang berbeda pendapat dengan kita. Justru yang kedua inilah yang terpenting. Bahwa kita tidak berhak menuntut pihak lain untuk sama dengan diri kita. Itulah makna ‘bereksistensi’, yaitu hidup bersama orang lain.
Bereksistensi adalah proses mewujud, sedang bermaujud senantiasa bersama pihak lain yang berbeda dengan diri kita. Di sini kita akan menemukan makna kehadiran orang lain, sehingga kita sadar betapa tingginya keberadaan pihak lain di hadapan kita.
Proses pengembangan diri dan pencarian sarana bagi diri seseorang akan bergantung pada kreativitas orang lain. Nasi yang kita makan bukan berasal dari padi yang kita tanam sendiri; baju yang kita pakai bukan yang kita hasil tenunan sendiri; rumah yang kita galang bukan karya sendiri. Semua fasilitas yang menyertai kita pada dasarnya adalah hasil kreativitas pihak lain. Demikian realitas manusia yang tidak lepas dari tolong menolong di dalam memenuhi kebutuhannya, mengembangkan dan menyempurnakan dirinya. Tanpa orang lain, seseorang tidak akan tumbuh menjadi besar, berkembang dan mampu menyempurnakan diri. Justru sebaliknya, dengan adanya orang lain. Dengan kebersamaan tersebut, seseorang akan menemukan dirinya menjadi lebih baik. karena ia senantiasa mendapat tawaran-tawaran nilai, kritikan-kritikan dan nasihat-nasihat.
Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa hidup bersama manusia lain. Dengan adanya hidup bersama orang lain, maka sikap yang harus kita miliki adalah menghargai orang lain karena “kelainannya”. Kelainan ini berarti; ia memiliki sesuatu yang tidak kita miliki, sebaliknya, kita mempunyai sesuatu yang orang lain tidak punya. Akan tetapi, kelainan tersebut bukanlah sesuatu yang tidak dapatisa dicari titik temunya. Pada dasarnya, kelainan tersebut adalah kelainan yang bersifat pribadi. Semantara  titik temunya adalah sama-sama ingin hidup dan berkembang, sama-sama ingin tumbuh dan menjadi baik dan akhirnya sama-sama ingin menjangkau kesempurnaan. Olah karena itu, sikap yang harus dikembangkan dalam dalam hidup bersama adalah  menghargai orang lain karena “kelainannya”. 
Terdapat salah satu kisah dalam kumpulan cerita tentang kearifan tradisi Timur karya Anthony De Mello, seorang Belanda. Seorang sufi bercerita bahwa ada seekor kera sedang melompat-lompat  dan bermain-main di antara ribunnya pepohonan di tengah hutan. Sambil mencari makan, kera itu akhirnya sampai di tepi sebuah danau. Kera itu tertegun tatkala melihat ke dalam danau ada ikan. “Oh, kasihan”,  kata kera. Lalu ia mencebur ke dalam air dan berkata: “Sebaiknya aku tolong ikan ini biar tidak tenggelam,”. Dengan susah payah kera itu menangkap ikan dan membawanya ke daratan serta diletakkannya di bawah pohon. Namun apa yang terjadi, ikan pun meronta-ronta. Kemudian seseorang mendekat dan bertanya, “Hai kera, apa yang sedang kau lakukan?” “Saya sedang menolong dia yang tercebur ke dalam air,” jawabnya. “Oh, tidak kawan! Kamu tidak sedang menolong, tetapi kamu sedang memberi bencana bagi itu.”
Jadi, orang yang bersikap bahwa orang lain harus seperti dirinya, sama halnya dengan sikap kera terhadap ikan tadi. Biarlah ikan menjadi ikan yang hidupnya di dalam air, sejahtera di dalam air, meskipun kera di dalam air bisa mati tenggelam. Demikianlah seharusnya kita menghargai orang lain sesuai dengan kelebihan dan kekurangannya, tidak mendaulat orang lain harus sama seperti diri kita. Justru kita harus menghargai orang lain karena “kelainannya”.

Sleman, Sabtu 7 Maret 2020


Tidak ada komentar:

Posting Komentar